Sejak hidup memisahkan diri, Dini sudah bermaksud tidak akan tinggal di Prancis untuk selamanya. Lalu disebabkan oleh kondisi kesehatannya yang semakin rentan, dia memutuskan mempercepat kepulangannya ke Tanah Air. Saudara-saudara, teman-teman, dan relasinya menyambut kedatangannya dengan hangat. Mereka sangat penuh perhatian, sehingga Dini tidak merasa kehilangan tatacara kehidupan di Eropa yang serba teratur, bersih, dan
Menginjak awal masa yang disebut “manusia usia lanjut” atau manula, Dini mengalami tambahan kesulitan dalam menyikapi kehidupan. Yang pertama adalah seringnya mengalami gangguan kesehatan, sedangkan hal kedua ialah sukarnya mendapatkan tenaga guna membantu mengurus rumah tangga serta Pondok Baca. Kebiasaan masa lalu, di mana kaum wanita berdatangan dari desa menuju kota untuk bekerja sebagai pembantu
“Ah manusia! Selalu tergiur oleh ‘seandainya’. Seolah-olah dengan perkataan itu kita bisa membentuk dunia baru atau kehidupan lain yang sesuai dengan idaman masing-masing.” Demikian kata hati Muryati ketika menerima berita bahwa tawanan Pulau Buru akan dibebaskan. Berita ini dia terima dari Winar, sahabatnya. Muryati adalah seorang dari ribuan wanita yang tidak pernah tahu ke mana
“Dini telah menggoyang-goyang perahu yang berlayar tenang, yang selama ini kita naiki. Ia telah mengajak kita untuk memahami, bahkan menghayati, hakikat keperempuanan yang dalam novel-novel kita sebelumnya banyak ditampilkan sebagai konsep. Dalam Pada Sebuah Kapal dan beberapa cerita pendeknya, Dini telah menciptakan perempuan yang sama sekali tidak mau menoleh ke belakang, tidak hendak diikat oleh
Zaman berubah. Belanda diusir dari Nusantara. Bangsa Jepang yang semula dianggap sebagai pemenang dan penyelamat, segera tampak kebengisannya: rakyat lapar dan telanjang. Penyakit busung lapar dan bahan karung atau tenunan jerami yang dinamakan bagor merupakan penutup tubuh yang umum di desa dan pinggiran kota. Dalam suasana kemiskinan yang menyeluruh itu, Dini kecil tetap tumbuh, direngkuh